ANEKAKAWAN (Anom, Eka, Kawi, Wartawan, Anin) Kelompok Mahasiswa KARS FKM UI thn. 2010

Minggu, 12 Desember 2010

Organisasi & Manajemen Rawat Inap


Sejarah Rawat Inap (RS)
Perawatan rawat inap adalah perawatan pasien yang kondisinya memerlukan rawat inap. Kemajuan dalam pengobatan modern dan munculnya klinik rawat komprehensif memastikan bahwa pasien hanya dirawat di rumah sakit ketika mereka betul -betul sakit, telah mengalami kecelakaanatasakit parah.
perawatan rawat inap mulai dikenal sejak tahun 230 Masehi di India dimana Asoka yang Agung mendirikan 18 rumah sakit. Bangsa Romawi juga mengadopsi konsep rawat inap dengan membangun sebuah kuil khusus untuk pasien yang sakit pada 291 AD di pulau Tiber.
Hal ini diyakini
menjadi sejarah rawat inap pertama di benua Amerika yang didirikan oleh bangsa Spanyol di Republik Dominika pada tahun1502. Dan Rumah Sakit de Jesús Nazareno di Mexico City didirikan pada tahun 1524 yang menyediakan juga perawatan inap.

Mungkin penyedia
rawat inap yang paling terkenal  adalah Florence Nightingale yang merupakan seorang advokat terkemuka  yang secara terus menerus beruapaya meningkatkan perawatan medis di pertengahan abad ke-19. Ms Nightingale mendapatkan ketenaran selama Perang Krimea di mana dia dan 38 perawat sukarelawan wanita pergi ke Krimea untuk mengobati tentara yang terluka. Selama musim dingin pertama di rumah sakit,  4077 prajurit tewas di rumah sakit tersebut. Dia kemudian  menggunakan pengalaman ini untuk mengubah arah rawat inap dengan berfokus pada peningkatan kondisi sanitasi dan kondisi kehidupan yang lebih baik dalam rumah sakit.
Florence Nightingale dikenal sebagai "The Lady dengan Lampu" dan masih dianggap sebagai pendiri keperawatan modern. Sekolah Keperawatan Nightingale berlanjut
 hingga saat ini. Dan gambarnya selalu dipampang setiap tahun pada hari perawat.

Jenis Struktur Organisasi
Jenis struktur Organisasi yang sekarang dikenal ada 4 jenis;
1.      Teori Organisasi Klasik
Teori ini mempunyai  ciri: kesatuan komando, adanya wewenang sekaligus tanggungjawab, control yang terbatas serta strukturnya membentuk garis.
2.      Teori ‘Contigency’
Organisasi yang efektif yang tergantung lingkungan. Tidak ada cara yang terbaik untuk organisasi, melainkan tergantung lingkungan, seperti; jenis tugas, teknologi, masyarakat pemakai jasa dan lain-lain.
3.      Organisasi proyek
Organisasi yang dibentuk sementara sesuai kebutuhan  dan berbagai bidang yang terkait. Pelaksanaannya terkait oleh jenis proyek dan waktu yang ditentukan.
4.      Organisasi Matriks
Merupakan bentuk organisasi yang mengintegrasikan antara peran fungsional dan peran proyek
Banyak struktur yang bisa dipilih, tentu yang terbaik adalah yang sesuai dengan kebutuhan. Secara umum pemenuhan kebutuhan  sangat tergantung dari:
1.      Tujuan organisasi
2.      Pelaksana
3.      Keadaan Rumah Sakit
4.      Lingkungan Rumah sakit

Ciri-ciri  organisasi yang efektif antara lain;
a.      Secara jelas bisa mengembangkan hubungan antar bagian.
b.      Kejelasan pendelegasian wewenang
c.       Pemilihan orang yang tepat pada jabatan yang tepat
d.      Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
e.      Menjalankan pelayanan yang murah dengan mutu yang terjamin
f.        Pengembangan tugas yang potensial
Untuk menunjang efektifitas organisasi, seperti yang tersebut di atas itu maka bisa dipersingkat  struktur yang terbentu menjadi 4 struktur organisasi;
-          Organisasi garis
-          Organisasi staf
-          Organisasi Garis dan staf
-          Organisasi Matiks

Karena kompleksitas rumah sakit dan otonomi yang besar dari para dokter, apalagi di rumah sakit kebanyakan dokter merupakan dokter tamu, maka jenis matriks perlu dikembangkan walaupun secara terbatas. Pada organisasi matriks fungsi managerial dan fungsi pelayanan dibedakan dengan jelas  dan tanggung jawab dipisahkan dengan jelas pula. Tetapi pada saat melaksanakan kegiatan, masing masing saling tergantung dan bekerjasama.
Perencanaan
Perencanaan di rawat inap dibuat  setiap tahun bekerjasama antara pejabat struktural (kabid yan medis, kabid yan keperawatan) dengan Komite –Komite Profesi (Komite Medis, Komite Keperawatan, dll), sedangak, sedangkan Perencanaan SDM ;  penghitungan kebutuhan tenaga  dengan menggunakan rumus kinerja sesuai standar profesi .
Perencanaan sarana ; penghitungan kebutuhan sarana pelayanan berdasarkan analisa kebutuhan Standar Pelayanan Minimal. Dan rekruetmen tenaga melibatkan Tim Kredensial pada komite profesi masing-masing.

Managemen Rawat Inap
Managemen Rumah Sakit adalah:  koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian dan ada kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan.
Tujuan Managemen Rumah sakit adalah sebagai berikut;
1.      Menyiapkan sumber daya
2.      Mengevaluasi efektivitas
3.      Mengatur pemakaian pelayanan
4.      Efisiensi
5.      Kualitas

 Prosedur Pasien Masuk Ranap
Pasien yang masuk ke rumah sakit dan memerlukan rawat inap, harus diregrestasi terlebih dulu.  Tujuan selain untuk  mendata pasien, yang lebih penting adalah untuk menyiapkan perkembangan medis atau catatan perkembangan penyakitnya melalui file rekam  Medik. Untuk itu tiap pasien memiliki nomor rekam medik tersendiri. Sehingga jika ada pasien yang sebelumnya sudah tercatat di rumah sakit tertentu, untuk kunjungan mereka berikutnya cukup dengan menunjukkan nomor rekam medic melalui kartu berobat yang diberikan sebelumnya oleh pihak rumah sakit.
Pada pendataan pasien ketika akan dirawat inap, selain identitas pasien seraca lengkap penting pula untuk dicantumkan penanggungjawab, yang biasanya memiliki hubungan keluarga dengan pasien, seperti orang tua, saudara atau paman dan lain-lain. Selain penanggungjawab ini, perlu pula dipastikan identitas seorang yang bertanggungjawab terhadap pembiayaan selama dirawat di rumah sakit. Hal ini terutama diperlukan bagi pasien yang tidak ditanggung asuransi yang dirawat di rumah sakit swasta.
Informasi umum yang wajib diketahui pasien atau keluarganya harus disampaikan saat pendaftaran tersebut. Hak-hak apa yang didapat pasien dan kewajiban apa yang harus dipenuhi serta aturan rumah sakit yang harus diketahui untuk dipatuhi pasien atau keluarganya. Ketika ini pula pasien / kelaurga diberikan keluluasaan untuk menentukan kelas perawatan yang dipilih. Tentu sebelumnya dijelaskan pula oleh petugas apa perbedaan pada masing2 kelas perawatan. Jika pasien merupakan anggota dari suatu rekanan kerja sama dengan rumah sakit atau menjadi salah satu tanggungan asuransi kesehatan, mestinya sudah didata sejak awal. Dan jika penderita merupakan pasien yang sudah dirujuk untuk dilakukan tindakan medis, seperti pembedahan, informasi prakiraan pembiayaan tindakan tersebut sudah dapat diberikan saat pasien melakukan regristrasi di tempat pendaftaran pasien rawat inap.
Sebelum pasien diantar untuk masuk kamar perawatan, pada rumah sakit tertentu pasien akan ditempatkan dulu di ruang tertentu, sambil menunggu kesiapan kamar yang akan ditempatinya. Terutama  ruangan ini juga biasa diperlukan untuk pasien yang menjalani preoperatif sesaat setelah terdaftar sebagai pasien rawat inap.

Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan di Ruangan
Kegiatan layanan kesehatan terutama dilakukan oleh perawat.  Yang terpenting untuk kesembuhan pasien adalah berkolaborasi dengan dokter untuk menjalankan intruksi  dokter, baik dalam meberikan obat, menunjang fisiotherapi pasien, merawat luka dan tindakan invasive lainnya.
Disamping itu secara team perawat ruangan juga menjalankan pemeriksaan rutin terhadap kondisi pasien, utamanya terhadap vital sign penderita. Perawat juga membantu pasien untuk menjalani aktifitas rutin mereka sehari-hari, misal mandi, bergerak semasih belum bisa terlepas dari tempat tidur, bila perlu makan dan sebagainya.
Dalam hal pemberian obat, petugas kesehatan bekerja sama dengan petugas farmasi untuk memberikan dosis  dan waktu yang tepat kepada pasien. Selain petugas farmasi, petugas gizi akan memberikan arahan terhadap jenis makanan yang dikonsumsi pasien. Fisiotherapies membantu pasien melakukan gerakan gerakan fisik yang menunjang penyembuhan.
Pencatatan medis secara rutin harus dikerjakan perawat  di lembaran catatan yang terdapat dalam rekam medis tiap penderita. Sedangkan pencatatan  yang berkaitan dengan  pelaporan dan uran non medis lainnya, dikerjakan oleh tenaga administrasi ruangan.

Metode Penugasan:
Prinsip pemilihan metode penugasan adalah : jumlah tenaga, kualifikasi staf dan klasifikasi pasien. Adapun jenis-jenis metode penugasan yang berkembang saat ini adalah
sebagai berikut :

a. Metode Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu
sampai dua jenis intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal.
Kelebihan :
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tiugas yang jelas dan
pengawasan yang baik.
2) Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga.
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan kepada perawat junior dan atau belum berpengalaman.
Kelemahan :
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.
3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja.

b. Metode Perawatan Tim
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif
(Douglas, 1992)
Tujuan Metode Tim :
1) Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif
2) Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar
3) Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda
Konsep Metode Tim :
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan.
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika
didukung oleh kepala ruang.
Kelebihan :
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
3) Memungkinkan komunikasi antar timsehingga konflik mudah diatasi dan memberikan
kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan :
1) Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu
sibuk (memerlukan waktu )
2) Perawat yang belum terampil & kurang berpengalaman cenderung untuk
bergantung/berlindung kepada perawat yang mampu
3) Jika pembagian tugas tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur

c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat perencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus
menerus antara pasien dengan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan,
dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Konsep dasar metode primer :
1) Ada tanggungjawab dan tanggunggugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga
Kelebihannya :
1) Model praktek profesional
2) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
3) Perawat primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri → kepuasan perawat
4) Klien/keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya
Kelemahannya :
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan
yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akontable serta mampu berkolaborasi
dengan berbagai disiplin.
2) Biaya lebih besar

d. Metode Kasus
Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive
care.
Kelebihan :
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangan :
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama


Tanggung Jawab Kepala Ruangan (Karu), Ketua Tim (Katim) dan Anggota Tim

Secara umum, masing kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim memiliki tanggung
jawab yang berbeda-beda, antara lain :
1) Tanggung Jawab Karu :
a)      Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b)      Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangan
c)      Memberi kesempatan katim untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinandan
d)      managemen
e)      Mengorientasikan tenaga baru
f)       Menjadi narasumber bagi tim
g)      Mendorong kemampuan staf untuk menggunakan riset keperawatan
h)      Menciptakan iklim komunikasi terbuka
2) Tanggung Jawab Katim :
a)      Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga
b)      Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana keperawatan (renpra),
c)      menerapkan tindakan keperawatan dan mengevaluasi renpra
d)      Kepala Ruang
e)      Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui komunikasi yang konsisten
f)       Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas asuhan keperawatan
g)      Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan oleh anggota tim
h)      Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan
3) Tanggung Jawab Anggota Tim :
a)      Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim
b)      Memberikan perawatan total/komprehensif pada sejumlah pasien
c)      Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak ada di tempat
d)      Berkontribusi thd perawatan
ü  observasi terus menerus
ü  ikut ronde keperawatan
ü  berinterkasi dgn pasien & keluarga
ü  berkontribusi dgn katim/karu bila ada masalah

Prosedur Pemulangan Pasien
Melalui pencatatan yang baik dan rapi, ketika pasien dinyatakan boleh pulang oleh dokter yang merawatnya, semestinya pasien tidak memerlukan waktu menunggu terlalu lama untuk bisa benar benar keluar dari rumah sakit. Kendala yang biasa dihadapi oleh management rumah sakit adalah urusan adminstrasi, khususnya pembayaran sebelum pasien boleh keluar dari lingkungan rumah sakit.
Dengan komputerisasi yang terintegrasi penyelesaian urusan administrasi dan pembayaran bisa diselesaikan dengan lebih cepat. Yang perlu diperhatikan adalah intruksi dokter setelah pasien ada di rumah, pesan baik lisan maupun tertulis terhadap apa-apa yang harus dilakukan dan apa yang perlu dihindari. Termasuk juga obat-obat yang mesti dikonsumsi penderita di rumah beserta jadwal control kembali ke dokter yang merawat sebelumnya.
Jika berkaitan dengan asuransi, jaminan pembiayaran pasien sudah harus didapatkan sebelum tenaga administrasi memberikan ijin untuk meninggalkan rumah sakit. Akan lebih dipermudah jika pihak asuransi penanggung telah memiliki perjanjian kerja sama dengan pihak rumah sakit.

Indikator Mutu Pelayanan RS
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
  1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
    BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
    Rumus :
    BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%
  2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
    AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
    Rumus :
    AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
  3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
    TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
    Rumus :
    TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
  4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
    BTO menurut Huffman (1994) adalah “...the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
    Rumus :
    BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
  5. NDR (Net Death Rate)
    NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
    Rumus :
    NDR =  (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X 1000 ‰
  6. GDR (Gross Death Rate)
    GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
    Rumus :
    GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 ‰

Patient Safety:
Utamakan keselamatan “safety first” dewasa ini telah menjadi issue global termasuk juga untuk pelayanan dirumah sakit. Saat ini terdapat lima issue penting yang berkaitan dengan pelayanan medis di rumah sakit. Kelima issue itu adalah keselamatan pasien “patient safety”, keselamatan para pekerja atau petugas kesehatan baik medis maupun paramedis dan karyawan lain, keselamatan bangunan dan semua peralatan rumah sakit, keselamatan lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang bagi rumah sakit swasta tentunya sangat terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit dan kesejahteraan seluruh karyawannya. Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui fokus utama kegiatan di institusi rumah sakit adalah pelayanan medis. Oleh karena itu dapat dipahami mengapa patient safety menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan, hal tersebut terkait dengan mutu layanan dan citra rumah sakit.
Di Indonesia data mengenai adverse event & near miss apalagi sentinel event masih sangat langka, tetapi yang pasti tuduhan malpraktik terhadap dokter dan atau rumah sakit makin lama makin sering dijumpai. Berkaitan dengan hal diatas Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) merasa perlu untuk membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang diresmikan pada 1 Juni 2005 di Jakarta. Gebrakan PERSI disambut baik oleh Depkes, maka gayung pun bersambut dengan diresmikannya pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005 di Jakarta
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), Keselamatan Pasien Rumah Sakit, adalah:
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, sistem tersebut meliputi: Assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal2 yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut penanganan serta implementasi solusi untuk mereduksi timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh melaksanakan suatu tindakan (commision) atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya dilakukan (ommision)
Sejak awal tahun 1990 Institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang diterapkan terutama pada rumah sakit pemerintah, misalnya: Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Quality Assurance, Total Quality Management, Countinus Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain sebagainya. Meskipun program-program tersebut telah dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek struktur, proses maupun outcome. Namun masih saja terjadi adverse event yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu penerapan program lain yang lebih mengena langsung pada hubungan dokter-pasien untuk lebih memperbaiki proses pelayanan.

Pada aplikasinya dalam kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, program Patient Safety dijalankan dengan cara pertemuan berkala –bisa seminggu sekali- untuk membahas kelemahan, keteledoran maupun kesalahan yang melibatkan para pelaksanan layanan kesehatan yang potensial dan dapat merugikan pasien.  Prinsip pembahasan tersebut adalah ‘tidak menyalahkan’ tapi lebih terfokus pada pembahasan kasalahan agar dikemudian hari tidak terulang kembali atau mencari solusi untuk mengantisipasi kekeliruan tersebut.

Clinical Pathway
Suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu  yg merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasrkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.
Memiliki 4 unsur; konsep perancanaan pelayanan teroadu, melibatkan semua unsure profesi (medis, perawat, bidan, piñata, farmasi, apoteker, analis, akuntan, kasir, rekam medik dll), hasil (outcome) terukur dan dalam kurun waktu tertentu.
Merupakan kombinasi perpaduan sinergis antara; standard prosedur (SOP), asuhan keperawatan, alur pasien dan varian kasus.
Jika dipadukan dengan Clinical Pathway dengan kodefikasi kasus (ICD) dan penetapan biaya (costing akan menghasilkan DRG Casemix.




REFERENSI

1.      Wolper cs, (1996). Health Care Administration: Principles, Practices, Structure and Delivery. 2nd edition
2.      Azwar, Azrul (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan 3rd edition. Binarupa aksara.
3.      Rakich, Jonathon S; Beaufort  B.Longest Jr; Kurt Darr (1993). Managing Health Services Organizations 3rd  edition.
4.      http://www.wisegeek.com access on 9th Dec 2010
5.      Sarguna, Listiani (2004). Organisasi Manajemen Rumah Sakit. Konsorsium Rumah Sakit Islam Jawa Tengah dan Yogjakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar