ANEKAKAWAN (Anom, Eka, Kawi, Wartawan, Anin) Kelompok Mahasiswa KARS FKM UI thn. 2010

Kamis, 13 Januari 2011

Kajian thd UU no.44 th. 2009 tentang Rumah Sakit

Undang Undang RI no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit sudah diberlakukan. Namun pembentukannya dari sisi teori kebijakan masih dapat diperdebatkan apalagi dihubungkan keterikaitannya dengan beberapa peraturan atau kebijakan yang lain, seperti misalnya berikut ini;
1. Sudah menjadi kerancuan sejak dulu, bahwa apapun produk peraturan yang berkenaaan dengan kesehatan, semestinya mengacu atau berpedoman pada Sistem Kesehatan Nasional. Tapi sebagaimana diketahui bahwa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) kita malah berada pada tataran kebijakan setingkat Menteri, jauh dibawah Undang Undang yang seharusnya ditetapkan oleh DPR. Tidak seperti di Indonesia, di negara-negara yang telah maju bidang kesehatannya, seperti di Amerika dan di Singapura, semua produk kebijakan di bidang kesehatan mengacu pada satu sistem, yakni sistem yang sudah disepakati secara nasional, sehingga produk kebijakan yang dibuat menjadi terintegrasi dan sistematis. Termasuk juga Undang Undang tentang Rumah Sakit ini menjadi rancu karena sama sekali tidak terungkap secara eksplisit tentang Sistem Kesehatan Nasional Indonesia.

2. Dalam Undang Undang no.44 tahun 2009 itu sama sekali juga tidak menyebutkan kaitannya dengan Undang Undang Kesehatan no. 36 tahun 2009 yang telah diberlakukan sebelumnya. Padahal pasti semua orang tahu bahwa rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari bidang kesehatan. Bukti lagi bahwa produk undang undang atau kebijakan ini tidak terintegrasi.
3. Begitu juga tidak bisa dibantah bahwa rumah sakit merupakan salah satu bagian dari tempat pelayanan publik yang sudah diatur juga melalui Undang Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di dalam isi UU no. 44 tahun 2009 tidak ada sama sekali disebutkan keterkaitan UU ini dengan UU Pelayanan Publik. Sehingga pada beberapa pasalnya ada yang tidak sepenuhnya selaras dengan kebijakan yang telah diberlakukan sebelumnya.
4. Isi dari undang undang ini ternyata masih bisa dikaitkan pula dengan beberapa undang undang yang lain, seperti UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Berikut dijabarkan lebih rinci pasal-pasal dalam undang undang ini yang masih bersifat kontraversial dan masih memerlukan kebijakan atau peraturan di tingkat bawahnya, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan lain-lain.

Sosialisasi Undang Undang no. 44 tahun 2009 ini bisa dilakukan dengan berbagai cara agar efektif terinformasikan baik oleh praktisi rumah sakit pemerintah maupun swasta :

RS PEMERINTAH RS. SWASTA
SOSIALISASI dilakukan melalui, depkes, depdagri, depkes, Dilakukan melalui dinkes, organisasi perumah
dinkes sakitan, organisasi profesi
melalui edaran kepala departement melalui edaran, seminar, work shop,





Dampak implementasi Undang Undang no. 44 tahun 2009 terhadap praktisi perumahsakitan di Indonesia, baik RS pemerintah maupun swasta, dapat dijabarkan seperti bagan berikut :

IMPLIKASI KEBIJAKAN RS PEMERINTAH RS. SWASTA

Terhadap Banyak RS harus mengganti pimpinan RS-nya
pimpinan RS Banyak RS harus mengganti pimpinan RS-nya Banyak RS swasta dikelola secara lebih profesional
karena pemilik tidak boleh langsung mengelola
Rumah Sakit tsb
Teknis bangunan saat ini belum ada peraturan menteri kesehatan yang mengatur mengenai teknis bangunan rumah sakit
RS yang baru ada adalah peraturan menteri pekerjaan umummengenai syarat bangunan secara umum.
Mengingat syarat sarana yang harus dimiliki RS, bila syarat tersebut belum bisa dipenuhi apa RS tersebut
masih layak diwujudkan
Sumber Daya Tenaga kesehatan asing diperbolehkan bekerja di Indonesia karena:
Manusia : 1. Rasio penduduk dan tenaga kesehatan masih rendah
Tenaga kerja 2. Indonesia telah meratifikasi AFTA. Yang memungkinkan tenaga kesehatan asing bekerja di Indonesia
Kesehatan Asing tenaga kesehatan asing bekerja di Indonesia
Hal ini akan menimbulkan beberapa kemungkinan masalah:
1. perlindungan terhadap hak pasien di indonesia tidak jelas menjadi tanggung jawab siapa
2. kurangnya perlindungan terhadap tenaga kerja asli Indonesia
3. kurang jelasnya instansi yang akan melakukan Pengawasan terhadap tenaga kerja asing
Kefarmasian Sesuai pasal 14 dan 21 dari UU no.51 thn 2009 yang mengharuskan apoteker hanya bisa bekerja di 1 apotek/
sarana farmasi lainnya. Pada kenyataannya ditemukan bahwa tenaga farmasi (apoteker) jumlahnya masih
terbatas. Tidak semua fasilitas farmasi dapat diwakili oleh 1 apoteker, bahkan masih ada yang belum
diwakili apoteker.
Pembiayaan Sebagian besar tarif yang belaku di RS pemerintah Untuk swasta for profit, tidak mungkin mengacu pada
sudah merupakan tarif tersubsidi. Sehingga tarif tarif seperti tarif RS Pemerintah yang sudah disubsidi
RS Pemerintah cukup rendah dan bisa dijangkau Karena dengan tarif seperti tarif RS pemerintah, tidak
masyarakat dapat menutupi operational cost RS.
Izin Operasional RS Pemerintah kadang-kadang dibijaksanai bila Harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh Badan
bila tidak memenuhi tidak memenuhi standar Standarisasi.
standar
Hak RS Untuk pasien yang tidak dapat memberikan imbalan Karena RS berhak mendapat imbalan dari jasa yang di-
atas jasa yang telah diterima, RS pemerintah difasili- berikannya, pada pasien yang tidak dapat memberikan
tasi dengan adanya Surat Miskin, Jamkesmas. imbalan tersebut belum jelas cara penyelesaian yang
dianjurkan oleh pemerintah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar